Tradisi tari Caci di Manggarai NTT |
Ragam Budaya, Metrolima.com - Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan
wilayah kepulauan yang berada di Timur Indonesia. Hampir semua pulau di wilayah
NTT terdiri dari pegunungan dan perbukitan kapur.
Banyak hal yang menakjubkan jika
anda memulai berpetualang di alam terbuka di NTT. Di Tanah Flobamora (Flores,
Sumba, Timor dan Alor) ini, Anda akan menemukan keindahan alam yang sungguh
luar biasa, kekayaan budaya yang sangat beragam, keramahtamahan masyarakatnya,
biota laut yang indah serta hewan purba komodo.
Kesempatan kali ini mengajak Anda
untuk menengok salah satu seni tari khas suku Manggarai yang merupakan salah
satu suku besar yang mendiami pulau Flores, NTT.Seni tari ini merupakan simbol
kepahlawanan dan ketangkasan seorang pria Manggarai.
Tari Caci, begitu sebutannya.
Permainan adu ketangkasan ini dilakukan oleh dua orang laki-laki. Ada yang
berperan sebagai pencambuk dan ada yang berperan sebagai penangkis. Peran
keduanya akan dilakukan secara bergantian.
Tarian ini penuh dengan muatan nilai
seni. Dalam aksinya, penari memainkan gerakan tubuh dengan busana yang dipakai
atau yang dikenal dengan sebutan Lomes. Busana penari terdiri dari penutup
kepala yang berbentuk tanduk kerbau, rotan berbentuk kuncir kuda yang dililit
di bagian pinggang, sarung songke yang diikat sepanjang lutut, celana panjang
putih, serta manik-manik yang di ikat pada bagian bawa dagu.
Tidak lupa,
gemerincing diikat pada bagian belakang pinggang serta selendang yang dililit
di pinggang dan dibiarkan dijuntai pada bagian depan sarung. Sementara cambuk
sendiri terbuat dari kulit kerbau yang dianyam dengan rotan. Perisai yang
digunakan untuk menangkis, terbuat dari rotan dan dahan bambu.
Dalam memainkan
perannya, pemain mengombinasikan antara gerakan tubuh dengan keindahan seni
vokal bernyanyi (Bokak). Seni vokal dilakukan secara spontan oleh pemain Caci
setelah menangkis cambukan dari lawannya.
Untuk
menyorakkan suasana, wanita diberikan kesempatan untuk duduk berkelompok sambil
memukul gong dan gendang.
Setelah memasuki
babak permainan adu ketangkasan ini, pemain Caci tidak jarang mengalami
luka-luka hingga darah bercucuran. Namun anehnya, tidak ada rasa sakit akibat
sabetan cambuk yang begitu keras.
Bahkan, gelak tawa serta nyanyian pemain
mengiringi adegan menegangkan ini. Tidak ada rasa dendam antara kedua pemain
Caci, meskipun harus bersimbah darah dalam permainan.
Tradisi tari Caci di Manggarai NTT |
Kendati Caci
bukan jenis bela diri, dalam permainannya tetapi memiliki aturan yaitu
diperbolehkan menyerang bagian tubuh dari perut hingga kepala. sedangkan bagian
perut ke bawah tidak diperkenankan. Terkadang, mengenai mata atau kepala robek
pun menjadi hal biasa.
Pada tahun
90-an, pernah beberapa penari Caci mengalami kondisi parah yaitu biji mata
jatuh ke tanah akibat terkena cambuk. Para tetua adat Manggarai meyakini hal
itu terjadi lantaran pemain melupakan adat.
Sebelum Caci
digelar, pemain dan tetua adat memanjatkan nyanyian sebagai panggilan arwah
leluhur. Saat nyanyian masih dilantunkan, pemain caci segera memulai permainan
agar arwah yang dipanggil akan menyatu dengan para pemain. Jika tak mengikuti
proses ini, jangan heran jika harus mengalami kondisi parah usai menggelar tari
Caci.
Tidak semua
lelaki Manggarai layak menjadi penari. Selain harus seorang pria, pemain caci
harus mahir mencambuki lawan, terampil menangkis serangan, lincah dalam gerakan
menari, serta pandai bernyanyi sesuai dengan ketentuan permainan Caci.
Itulah Tradisi Tari
Caci, sebuah permainan unik tradisi suku Manggarai yang diwariskan secara turun
temurun. Masih banyak keunikan lain yang belum tereksplore, untuk memahami mari
menjelajah daratan NTT.(mrdk/sup/hhw/jat)