Mata Uang Tiongkok RMB versus Dolar Amerika |
Bandung, tabloidmetrolima.com - Selama ini, dolar Amerika Serikat
(US$) menjadi mata uang yang populer digunakan dalam perdagangan internasional.
Deputi Direktur Bank Indonesia (BI) Divisi Pengembangan Operasi Moneter dan
Regulasi Yuli Nurjanati mengatakan bahwa saat ini ada alternatif baru untuk
pembayaran perdagangan antar negara tersebut.
Menurutnya,
sejak 2006 lalu mata uang Renminbi (RMB) memasuki tahap internasionalisasi.
Progres itu samakin jelas dengan keluarnya keputusan International Monetary
Fund (IMF) yang memasukkan mata uang Tiongkok ini ke dalam keranjang mata uang
special drawing right (SDR).
"Berdasarkan
perkembangan transaksi valas domestik, RMB dari tahun ke tahun mata uang ini
berpotensi diminati untuk mata uang dalam sistem perdagangan internasional.
Pada 2014, mata uang RMB ini mendapat porsi 0,03%. Tahun 2015, mata uang ini
porsinya meningkat menjadi 0,07%," kata Yuli di Kantor Perwakilan BI Jabar
Bandung, Kamis (2/6).
Kegairahan
penggunaan mata uang Tiongkok ini pun tampak dari potensi transaksi RMB.
Penggunaan US$ memang masih mendominasi transaksi impor dari Tiongkok selama
periode Agustus-Desember 2015. Angkanya mencapai 94,85%. Namun, mata uang RMB
berada di peringkat kedua dengan raihan 5,04%.
"Angkanya
memang masih relatif rendah. Namun, setiap saat menunjukkan pertumbuhan yang
signifikan," ucapnya.
Dia tak
memungkiri ada sejumlah kendala penggunaan mata uang ini. Selain dikarenakan
minimnya pengguna sebagai alternatif mata uang untuk perdagangan internasional,
Yuli menyebutkan tingkat awareness masyarakat relatif rendah. Padahal, RMB ini
sudah digunakan sebagai alternatif mata uang di Tiongkok, Korea Selatan, dan
Australia.
Masalah lain,
likuiditas mata uang ini tidak semudah menggunakan US$. Pengguna harus
berhubungan dengan BI untuk pembayaran impor. Dengan kata lain, likuiditas RMB
ini masih terbatas.
"Karenanya,
transaksi impor dengan Tiongkok padahal tinggi tapi masih menggunakan US$.
Nantinya, penggunaan RMB dalam perdagangan dengan Tiongkok ini salah satunya
untuk mengurangi ketergantungan terhadap US$. Terlebih, tren volume perdagangan
Indonesia-Tiongkok cenderung meningkat," tuturnya.
Guna memenuhi
kebutuhan RMB, BI sebagai bank sentral menjalin kerja sama bilateral currency
swap arrangement (BCSA) dengan Bank Sentral Tiongkok (PBoC). (Sunanto)