lukisan mewujudkan wajah Syekh Siti Jenar |
Misteri, Metrolima.com - Konon saat menjalani hukuman mati, Syekh Siti Jenar
tidak langsung meninggal dunia. Menurut kisah rakyat, Syekh Siti Jenar sempat
empat kali hidup dan mati setelah keris Ki Kantanaga menghujam tubuhnya.
Misteri mencoba menuangkan cerita rakyat tentang Syekh Siti Jenar yang diolah dari berbagai sumber.
Syekh Siti Jenar
diperkirakan berasal dari Baghdad dengan aliran Syiah Muntadar. Dia kemudian
menetap di Pengging, Jawa Timur. Dari sana Syekh Siti Jenar mengajarkan agama
kepada Ki Ageng Pengging (Kebo Kenongo) dan masyarakat sekitar.
Namun ajaran Syekh
Siti Jenar tidak disetuji para Wali Songo lantaran Syekh Siti Jenar menganggap
dirinya menyatu dengan Tuhan.
Sebelum cerita ini
jauh membahas soal Syekh Siti Jenar, Cerita Pagi mempertegas kemungkinan adanya
sebagian masyarakat yang beranggapan Syekh Siti Jenar merupakan sosok yang
kontroversi.
Atau mempertanyakan
apakah Syekh Siti Jenar hanya tokoh imajiner yang direkayasa untuk suatu
kepentingan politik. (wallahu alam bishawab).
Cerita Malam tidak
mengkritisi atau mengangkat kontroversi tersebut, atau tentang kebenaran ada
atau tidaknya Syekh Siti Jenar. Cerita Pagi hanya menceritakan cerita rakyat
yang berkembang pada masa itu.
Entah hanya mitos atau memang kenyataan. Silakan pembaca menafsirkan sendiri.
Memang menurut literatur ajaran Syekh Siti Jenar sangat sulit dibuat kesimpulan apa pun, lantaran belum pernah diketemukan ajaran tertulis yang membuktikan bahwa itu tulisan Syekh Siti Jenar.
Kecuali menurut para
penulis yang identik sebagai penyalin yang berakibat adanya berbagai versi yang
berkembang di masyarakat.
Tapi suka atau tidak
suka, kenyataan yang ada menyimpulkan bahwa Syekh Siti Jenar dengan falsafah
atau faham dan ajarannya sangat terkenal di berbagai kalangan Islam, khususnya
orang Jawa, meskipun dengan pandangan berbeda-beda.
Pandangan Syekh Siti
Jenar yang menganggap alam kehidupan manusia di dunia hanya sebagai kematian,
atau setelah menemui ajal disebut sebagai kehidupan sejati. Di mana dia adalah
manusia dan sekaligus Tuhan, sangat menyimpang dari pendapat Wali Songo, dalil,
dan hadits.
Syekh Siti Jenar juga
dianggap telah merusak ketentraman dan melanggar peraturan Kerajaan Demak.
Atas legitimasi dari Sultan Demak, diutuslah beberapa wali ke tempat Syekh Siti Jenar di suatu daerah (ada yang mengatakan Desa Krendhasawa), untuk menghukum mati Syekh Siti Jenar pada 1506 M.
Sebelum wafat, Syekh
Siti Jenar sempat berpesan kepada para dewan wali atau Wali Songo bahwa kelak
pada suatu zaman akan ada kerbo bule mata kucing (orang bule) naik dari laut.
Itulah menjadi tanda musibah kepada anak cucu masyarakat Indonesia.
Ajaran Syekh Siti
Jenar mempunyai efek khusus yang kita anggap sebagai insiden di antara
pemuka-pemuka Agama Islam pada abad ke 16 M. Sebab ketika itu, lambat laun
banyak orang-orang yang mengaji tasawuf/ hakiki mengikuti ajaran Syekh Siti
Jenar, misalnya : perihal ilmu bedanya
antara Kawula dan Gusti dan Tunggalnya Kawula dan Gusti.
Pengakuan Syekh Siti
Jenar yang menganggap dirinya menyatu dengan Tuhan membuat Wali Songo di Jawa
menggelar sidang menyikapi ajaran Syekh Siti Jenar.
Dalam sidang
tersebut, Sembilan Wali sepakat menjatuhkan hukuman mati bagi Syekh Siti Jenar.
Syekh Siti Jenar saat itu pun menyetujui putusan tersebut dan meminta agar
hukuman segera dilaksanakan.
Saat itu, berdasarkan
kesepakatan para wali, yang bertindak sebagai algojo adalah Sunan Kudus dengan
keris Ki Kantanaga yang diberikan oleh Sunan Gunung Jati.
Eksekusi mati
terhadap Syekh Siti Jenar berlangsung di halaman Masjid Agung Cirebon secara terbuka,
sehingga semua masyarakat dapat menyaksikan eksekusi tersebut.
Menurut cerita rakyat
pula, sebelum eksekusi berlangsung, sempat ada kejadian mencengangkan. Yakni
saat keris Ki Kantanaga dihujamkan ke tubuh Syekh Siti Jenar, terdengar suara
keras seperti beradunya kedua besi yang sangat besar.
Lalu para wali saling
tersenyum sambil berkata, Masa ada Allah seperti besi.
Syekh Siti Jenar kemudian menjawab, "Coba, tusuklah sekali lagi!
Ketika tusukkan
kedua, Syekh Siti Jenar menghilang tidak ada wujud jasadnya.
Para wali berkata kembali, "Masa matinya Allah seperti itu."
Secepat kilat Syekh
Siti Jenar menampakan diri kembali, sambil berkata, "Coba tusuk sekali
lagi!"
Ketika tusukan ketiga, Syekh Siti Jenar membujur tergolek di lantai masjid, dari lukanya keluar darah merah, dan para wali berkata kembali, "Masa matinya Allah seperti ...?
Pada saat itu Syekh
Siti Jenar bangun, hidup kembali tanpa luka dan berkata, "Coba tusuk
sekali lagi!
Kemudian pada tusukan
keempat, Syekh Siti Jenar rebah, mati, dan dari lukanya mengalir darah putih.
Seketika itu, para wali berkata kembali, "Masa matinya seperti cacing!,
karena berkali-kali tusukan selalu mati, hidup, mati, hidup, maka, Syekh Siti
Jenar berkata, "Lalu harus bagaimana mati saya menurut keinginan
Anda?"
Dan dijawab oleh
seluruh wali, Biasa. Seperti orang tidur badannya lemas, begitulah mati bagi
seorang Insanul kamil.
Sesudah itu,
ditusuklah jasadnya dan wafatlah Syekh Siti Jenar seperti umumnya manusia,
jasadnya mengecil sebesar kuncup bunga melati dan baunya semerbak mewangi bau
harumnya melati. (wallahu alam bishawab).
(referensi : Babad Cirebon, P. Sulaiman Sulendraningrat, ketua umum
lembaga kebudayaan wil III Jabar, th 1974 ). (hermanto/drajat)