Headlines News :
Home » » Mengenal Patriotisme 5 Tokoh Penerima Gelar Pahlawan Nasional 2015

Mengenal Patriotisme 5 Tokoh Penerima Gelar Pahlawan Nasional 2015

Para Ahli waris keluarga Pahlawan Nasional
Jakarta, Metrolima.com, Jakarta: Presiden Joko Widodo menganugerahi gelar pahlawan nasional tahun 2015 kepada lima tokoh. Penganugerahan berlangsung di Istana Negara, Jalan Veteran, Jakarta, Kamis (5/11/2015).



Lima tokoh yang sudah almarhum tersebut adalah Bernard Wilhem Lapian, Mas Iman, Komjen Pol Moehammad Jasin, I Gusti Ngurah Made Agung dan Ki Bagus Hadikusumo. Kelimanya dikukuhkan sebagai pahlawan nasional melalui keputusan presiden (Keppres) Nomor 116/TK Tahun 2015.


Plakat tanda jasa dan penghargaan gelar pahlawan nasional diberikan Presiden Jokowi kepada ahli waris.

Penganugerahan gelar pahlawan nasional merupakan agenda rutin yang dilakukan Istana menjelang Hari Pahlawan Nasional 10 November. Pada puncak peringatan Hari Pahlawan nanti, Presiden Jokowi direncanakan menjadi inspektur upacara di Tugu Pahlawan Surabaya.(mtvn/desi/fzn/jat)

Moehammad Jasin Pendiri Polisi Istimewa Bapak Brimob Indonesia

Dalam buku Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang, terekam bagaimana perjuangan Jasin saat era kemerdekaan. Dia dituliskan sudah mendapat berbagai penghargaan seperti Tanda jasa Bintang Mahaputera Utama, Bintang Dharma, Bintang Gerilya, Bintang Bhayangkara, Bintang 45, Bintang Legiun Veteran.


Dari deretan tanda jasa di atas, tanda penghargaan terbesar yang pernah diterima Jasin adalah surat penghargaan dari panglima besar Angkatan Perang RI Jenderal Besar Soedirman.


Penghargaan diberikan dalam kapasitas sebagai komandan pertempuran dalam peristiwa aksi militer I melawan Belanda pada tahun 1947.


Jasin selama ini dikenal sebagai Bapak Brimob Indonesia karena sebagai pucuk pimpinan pertama satuan tersebut. Dulu nama kesatuan tersebut adalah pasukan polisi istimewa yang pernah memberontak kepada kekuasaan Jepang. Kekuatan ini dibentuk Jepang pada tahun 1943 dengan nama Tokubetsu Keisatsu Tai. 

Dalam buku disebutkan, tanpa peran M Jasin dan pasukan polisi istimewa tidak akan ada pertempuran Surabaya 28 Oktober sampai 28 November 1945 yang berpuncak pada 10 november 1945 atau dikenal sebagai hari Pahlawan.


Jasin wafat dalam usia 92 tahun pada Kamis 3 Mei 2012 di RS Polri Kramat Jati. Pangkat terakhir sebagai Komisaris Jenderal Polisi (Komjen Pol). Jasin dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, Jumat (4/5/2012). Kapolri saat itu, Jenderal Timur Pradopo yang memimpin upacara pemakaman tersebut.


Moehammad Jasin lahir di Bau-Bau, Buton, Sulawesi Tenggara, pada 9 Juni 1920 dan wafat di usai 92 tahun pada 2012 lalu.


Jasin yang memperistri almarhum Siti Aliyah Kessing ini memiliki empat anak, yakni Rubyanti Jasin, Djuahar Jasin, Djuanda Jasin dan Djuwaitar Jasin.


Almarhum Komjen Pol Dr H Moehammad Jasin merupakan tokoh dari kalangan polisi, yang membentuk satuan Brigadir Mobil (Brimob) sebagai satuan elite dan tertua di Kepolisian RI.


Pada saat proklamasi dikumandangkan, Jasin telah melepas keterikatan polisi istimewa dengan Jepang, dan mengubah status dari kolonial menjadi polisi negara merdeka.


Saat pertempuran Surabaya meletus, Jasin mengumumkan lewat radio bahwa pasukan Polisi Istimewa yang dipimpinnya sudah dimiliterisasi dan diharuskan ikut dalam pertempuran.


Pada saat Belanda melakukan Agresi kedua, Jasin memimpin pasukannya bergerilya hingga wilayah Gunung Wilis dan dia juga menjadi Komandan Militer Sektor Timur Madiun.(antara/lan/joko/wid/jat)


Bernard Wilhelm Lapian Sang Jurnalis Pejuang Merah Putih Manado

Bernard Wilhelm atau BW Lapian merupakan tokoh Minahasa, Sumatera Utara, yang terkenal dengan julukan pahlawan tiga zaman karena perjuangannya lintas tiga masa yakni masa penjajahan Belanda, penjajahan Jepang hingga zaman kemerdekaan Indonesia.


BW Lapian lahir di Kawangkoan, 30 Juni 1892 dan wafat di Jakarta 5 April 1977 di usianya 84 tahun. Dia seorang pejuang nasionalis yang aktif di dunia jurnalisme dan pernah menjabat ketua cabang Persatuan Minahasa di Batavia. Dia pernah menerima penghargaan dari Angkatan Laut (AL), Bintang Gerilya dan Bintang Mahaputra.


Pada tahun 1933 BW Lapian dan tokoh lainnya mendirikan Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM), yaitu  suatu gereja mandiri hasil bentukan putra-putri bangsa sendiri yang tidak bernaung di dalam Indische Kerk. Sebab kala itu semua geraja Kristen berada di bawah naungan Indische Kerk.


Selain lewat jurnalisme, BW Lapian juga berjuang melawan pejajah lewat perang terbuka.

Misalnya di masa revolusi kemerdekaan, BW Lapian berperan penting dalam perjuangan yang dikenal Peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946 di Manado.


Saat itu tentara Nederlandsch Indie Civil Administratie (NICA) menangkap pimpinan Pasukan Pemuda Indonesia (PPI) saat mengadakan rapat rahasia. Aksi penangkapan ini dibelas dengan serangan BW Lapian dan kawan-kawan dengan menyerbu markas NICA di Teling dan berhasil membebaskan para tokoh perjuang Indonesia. Para pejuang merebut bendera Belanda warna merah putih putih yang berada di pos penjagaan. Mereka merobek warna biru dan mengibarkan sisa bendera merah putih di Tangsi Teling. Peristiwa inilah yang dikenal dengan peritiwa Merah Putih Manado 14 Februari 1946.


Sayangnya, kejayaan ini tak berlangsung lama,  pada tanggal 11 Maret 1946 Hindia Belanda kembali berkuasa di Minahasa akibat pengkhianatan dan politik adu domba Belanda. BW Lapian ditangkap tentara penjajah dan dipenjara di Tangsi Teling pada 11 Maret 1946.


Setelah itu BW Lapian dipindahkan ke penjara di Cipinang lalu ke penjara Sukamiskin.

Hingga akhinya pada 1950 ia dibebaskan dan diangkat sebagai Gubernur Sulawesi di era pemerintahan Sukarno.(dtikn/slm/nrl/jat)


Mas Isman, Komandan Tentara RI Pelajar dan Pendiri Kosgoro

Pendiri Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro) 1957, Mas Isman, dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Mas Isman merupakan sosok revolusioner dan pejuang heroik yang pernah menjadi komandan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) Jawa Timur.


Mas Isman lahir 1 Januari 1924 di Bondowoso, Jawa Timur. Ia berasal dari keluarga kalangan priyai menengah, sehingga bisa menempuh pendidikan di Purwokerto, Cirebon, Malang dan Surabaya. Sebagai pelajar, Mas Isman turut berjuang merebut kemerdekaan Indonesia dari penjajah melalui TRIP.


Mas Isman besar di tengah lingkungan para tokoh yang kaya ide dan gagasan, seperti Prof Tjokroaminoto, Soekarno dan Bung Tomo. Para tokoh itu menjadi dasar pemikiran Mas Isman untuk berjuang dan mencapai tujuannya.


Mas Isman mendirikan TRIP Jawa Timur pada tahun 1945-1951. Lulusan SESKOAD itu lalu mendapatkan tugas di Kantor Perdana Menteri Indonesia pada tahun 1956-1958 dengan pangkat Letnan Kolonel. Ayah dari Eks Menpora Hayono Isman ini juga pernah menjadi anggota delegasi Indonesia ke PBB pada tahun 1958.


Setelah itu, Mas Isman menjadi Duta Besar dari tahun 1959-1967 di Rangoon, Bangkok dan Kairo dengan pangkat Brigjen. Tak lama setelah itu, Mas Isman berkecimpung di dunia politik dengan menjadi anggota DPR/MPR pada tahun 1978.


Dalam situs berita Universitas Negeri Malang (UM) disebutkan pengusulan Mas Isman sebagai Pahlawan Nasional diajukan oleh UM bekerjasama dengan ARA Indonesia Institute dan keluarga Besar Mas Isman. 

Diceritakan bahwa perjuangan Mas Isman sebagai inisiator dan komandan dalam TRIP Jawa timur saat itu benar-benar heroik. Mas Isman selalu mengikuti perkembangan TNI dan situasi politik saat itu. Sepak terjang Mas Isman saat perang kemerdekaan bersama rekan-rekannya dalam mempersiapkan perjuangan jangka panjang patut diacungi jempol.


Mas Isman membentuk People Defense yang bertujuan untuk mengikutsertakan seluruh anggota masyarakat dalam mempertahankan kesatuan Negara Republik Indonesia. Pasca kemerdekaan Mas Isman telah berkontribusi dalam pendirian Koperasi Simpan Pinjam Gotong Royong (Kosgoro).


Tahun 1982 Mas Isman masih aktif sebagai anggota DPR RI, sebagai Pimpinan KOSGORO, dan Pimpinan KOSGORO Business Group. Namun kesehatannya terus menurun. Setiap akhir Minggu, Mas Isman ke Surabaya, dan menginap di Elmi Hotel miliknya. Namun, pada tanggal 12 Desember 1982 beliau wafat dalam usia 58 tahun di Hotel Elmi Surabaya.


Jenazah Mas Isman di terbangkan dari Surabaya ke Jakarta dan seharusnya di makamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, namun atas permintaan keluarga, jenazah Mas Isman dikebumikan di Pemakaman Umum Tanah Kusir, agar lebih dekat dengan rakyat.(dtikn/slm/mad/jat)


Ki Bagus Hadikusumo, Tokoh Muhammadiyah Perumus UUD 1945

Ki Bagus lahir di Yogyakarta, 24 November 1890 dan meninggal di Jakarta, 4 November 1954 pada umur 64 tahun. Putra Raden Haji Lurah Hasyim ini dilahirkan di kampung Kauman dengan nama R. Hidayat.


Ki Bagus kecil belajar di Sekolah Rakyat kemudian di Pesantren Wonokromo Yogyakarta.


Pelajaran dan nilai-nilai yang ditanamkan di pesantren membentuk Ki Bagus menjadi pribadi yang agamis apalagi Ki Bagus berasal dari lingkungan keluarga santri. Selama di pesantren beliau mendapat pelajaran kitab- kitab agama, terutama di bidang fikih dan tasawuf.


Tahun 1922 Ki Bagus menjadi Ketua Majelis Tabligh, tahun 1926 menjadi Ketua Majelis Tarjih dan anggota Komisi MPM Hoofdbestuur Muhammadijah. Tahun 1942 hingga 1953 terpilih menjadi Ketua PP Muhammadiyah.


Saat menjadi Ketua Muhammadiyah di masa pendudukan Jepang, Ki Bagus sering mengadakan dialog dengan Jepang agar siswa-siswa Muhammadiyah tidak menyembah matahari setiap hari atau melakukan Sekerei.


Di samping memimpin Muhammadiyah, Ki Bagus juga menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). 

Beliau ikut merumuskan dasar negara bersama Ki Hajar Dewantara dan Muhammad Hatta, Ir Soekarno, Muhammad Yamin, AA Maramis, R Otto Iskandar Dinata, Mas Soetardjo Kartohadikoesoemo dan KH Wahid Hasyim.


Ki Bagus Hadikusumo sangat besar peranannya dalam perumusan Muqadimah UUD 1945. Dia memberikan masukan agar Muqaddimah UUD 1945 berlandaskan ketuhanan, kemanusiaan, keberadaban, dan keadilan.(dtikn/slm/mad/jat)


I Gusti Ngurah Made Agung, Raja yang Pimpin Pasukan Perang Puputan Bali

Raja Badung VII I Gusti Ngurah Made Agung dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Jokowi hari ini. Beliau adalah raja yang turun langsung melawan penjajah hingga akhirnya gugur di medan perang.


Kepahlawanan I Gusti Ngurah Made Agung telah menginspirasi dan memotivasi dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan di Kota Denpasar. Apa yang telah oleh I Gusti Ngurah Made Agung telah memberikan dorongan semangat dan patriotisme untuk mengisi pembangunan.


I Gusti Ngurah Made Agung adalah seorang Raja Badung yang berani dan pantang menyerah membela kebenaran, keadilan dan negara. Dia bersama dengan masyarakat Bali berjuang habis-habisan melawan penjajah Belanda dalam  perang Puputan Badung selama 1902-1906.


I Gusti Ngurah Made Agung lahir di Puri Agung Denpasar, 5 April 1876. Dia merupakan Putra I Gusti Gede Ngurah Pemecutan atau Ida Tjokorda Gde Ngurah Pemecutan yang merupakan Raja Badung V.

I Gusti Ngurah Made Agung gugur dalam Perang Puputan Badung melawan pasukan Belanda, tanggal 22 September 1906 dan mendapat gelar kehormatan Ida Betara Tjokorda Mantuk Ring Rana yang artinya raja yang gugur di medan perang.


Selain seorang raja, I Gusti Ngurah Made Agung juga dikenal sebagai penyuka sastrawan.


Karya yang ditulisnya di antaranya Kidung Loda, Geguritan Dharma Sesana, Geguritan Nengah Jimbaran, Geguritan Niti Raja Sesana dan Geguritan Purwasengara. (dtikn/slm/mad/jat)
Share this article :

<<< Mari Bergabung Bersama Kami >>>

*** Telah Terbit Edisi 146 Tahun Ke-10 ***

*** Telah Terbit Edisi 146 Tahun Ke-10 ***
DAPATKAN SECARA BERLANGGANAN : Tabloid Dwi-mingguan : MEDIA CETAK DAN ONLINE : Berita Lengkap, Isi dan Tampilan Baru : Wisata, Kuliner, Info Kesehatan dan Kecantikan, Keluarga, Kisah Nyata, Misteri, Zodiak, Selebrita Dll.

BERITA POPULAR

 
Copyright © 2015. tabloidmetrolima - All Rights Reserved