Kantor BPJS Depok |
Depok, Metrolima.com - Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Depok di Ruko
Saladin, Margonda, Depok didatangi massa dari LSM kesehatan Dewan Kesehatan
Rakyat (DKR). Mereka menggeruduk Kantor BPJS Kesehatan Depok demi mewakili warga Depok bernama
Ignasius.
Ignasius datang bersama DKR membawa
berbagai surat dokumentasi, terkait perawatan istrinya. Istri Ignasius sudah
dirawat lebih dari 29 minggu di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM)
Jakarta dan harus membayar Rp150 juta, meski terdaftar sebagai pasien peserta
BPJS Kesehatan
.
Rupanya, rangkaian cerita yang
dialami pasien adalah pasien sudah sejak awal sebelum melahirkan sebagai
peserta BPJS. Namun sesuai ketentuan BPJS, masa aktivasi sebagai peserta
membutuhkan waktu 14 hari.
Sementara dalam kasus Ignasius,
istrinya mengalami kelahiran prematur sebelum masa aktivasi kartu BPJS,
meskipun setelah 14 hari ia memiliki kartu peserta dan membayar iuran.
"Ini ada pasien kelas I.
Sebenarnya ikut BPJS kelas I, tapi dimintai bayaran Rp150 juta di RSCM. Karena
RS pemerintah untungnya mengerti, nagihnya cuma nyolek saja," papar
Ketua DKR Roy Pangarapan, Kamis (6/8/2015).
"Tetapi memang ini kasusnya kan
pasien butuh pelayanan di tengah masa tenggang sebelum aktivasi. Tetapi kan
BPJS ini pengobatan rakyat. Bagaimana kalau pasien lain sebelum ini?"
tambahnya.
Ia mengakui bahwa BPJS sudah meminta
masyarakat untuk mendaftar dari sebelum jatuh sakit. "Namun ini kan
seluruh pasien di Indonesia, kita lima menit setelah ini sakit atau digebukin
orang kan setelah daftar juga enggak tahu, enggak berlaku," tegas Roy
lagi.
Sementara Ignasius meminta BPJS Depok
mencari solusi bagi masalah yang ia hadapi. "Sebenarnya istri saya sudah
persiapkan dari jauh hari. Namun bayi kami lahir prematur pecah ketuban, 29
minggu di RS sebelum masa aktivasi kartu berlaku," timpal Ignasius.
Adapun ketika ditemui untuk
dikonfirmasi, Kanit Pemasaran BPJS Depok Betty Ully mengatakan, pasien BPJS
adalah mereka yang sudah mendaftar sebagai peserta dan membayar iuran. Ia
menjelaskan dalam kasus Ignasius, adalah salah satu kasuistik, bukan normatif.
"Di mana kartu baru aktif
setelah sudah menjadi peserta 14 hari dan membayar iuran. Yang perlu dipahami,
ini kan prinsipnya asuransi, bukan bantuan sosial," terang Betty.
"Ketentuan saat ini bagi peserta
bukan penerima upah itu adalah mandiri. Risiko sakit memang kita enggak tahu
datangnya sakit kapan. Seperti Bapak Ignasius, sudah dipersiapkan ternyata
bayinya (lahir) prematur," lanjutnya.
Karena itu, pihaknya masih akan
menyampaikan kasus ini kepada pimpinan untuk mengeluarkan kebijakan
menyelesaikan kasus tersebut. Pihaknya berjanji, Senin pekan depan, 10 Agustus
2015, akan memberikan jawaban.
"Sebab dalam Permenkes nomor 28,
pasien itu dihitung satu episode layanan. Hari ini masuk, maka hari kelima dia
pulang itu satu episode," sambung Betty.
"Jika baru di tengah-tengah
sakit ia urus BPJS, satu episode awal itu dihitungnya, maka seperti Pak
Ignasius dianggapnya pasien umum. Karena dari satu episode awal. Cuma ini kan
menyangkut kebijakan. Pekan depan kami akan sampaikan jawabannya,"
tutupnya.(Oz/Mar/Raw/Jat)