Jalan Wayo, Desa Kedungbanteng Sidoarjo |
Humaniora, Metrolima.com - Di salah satu sudut jalan di Desa
Kedungbanteng, Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur, terdapat sebuah nama yang
memiliki nama cukup unik.
Dan, tentunya membuat siapa saja
yang kebetulan membaca plang nama jalan itu bakal tersenyum ringan. Jalan unik
itu bernama Jalan Wayo atau dalam dialek lokal dibaca Jalan Wayoh.
Sebenarnya apa arti nama Jalan Wayo
sehingga dapat membuat siapa saja tersenyum? Wayo jika diartikan ke dalam
Bahasa Indonesia dapat berarti poligami alias memiliki istri lebih dari satu
orang.
Pemberian nama jalan itu ternyata
asal-asalan. Usut punya usut, ternyata nama jalan itu disesuaikan dengan
perilaku dan kebiasan masyarakat yang tinggal di sepanjang jalan itu.
Ya, ternyata, sebagian besar
penduduk berjenis kelamin di Jalan Wayo memiliki istri lebih dari satu.
Sholeh, ketua RT 1 RW 2, Desa Kedung
Banteng, Tanggulangin, Sidoarjo, enggan berbicara banyak tentang Jalan Wayo.
Dia bahkan dengan tegas menyatakan bahwa istilah Jalan Wayo tersebut sebatas
omongan orang. Karena, nama asli jalan itu adalah Jalan KH Ahmad Dahlan.
"Tidak ada. Itu hanya
mitos," katanya.
Namun, meski Sholeh enggan berbicara
banyak tentang Jalan Wayo, faktanya justru warga sendiri yang mengganti dengan
Jalan Wayo. Nama Jalan Wayo berawal dari keputusan salah seorang warga
untuk berpoligami.
"Itu terjadi pada era 1980-an.
Ternyata langkah pria yang juga tokoh desa itu diikuti para warga lain.
Perlahan tapi pasti, jumlah warga yang memiliki istri lebih dari satu pun
semakin banyak," ujar Manto, warga setempat.
Plang Jalan Wayo dibakar Pamong Desa
Pernah ada seorang pamong desa yang
keberatan. Istilah itu dianggap merugikan. Pandangan orang terhadap kampung itu
akan terus negatif. Suatu ketika pamong itu mencopot plang nama Jalan Wayo yang
terbuat dari kayu dan membakarnya.
Tetapi, warga menggantinya dengan
seng agar lebih kuat. Maka nama Jalan Wayo tetap terpampang sampai sekarang.
Berdasarkan data yang diperoleh VIVA.co.id
dari Kelurahan Kedung Banteng dari jumlah 60 kepala keluarga yang tinggal di
Jalan Wayo, 55 kepala keluarga di antaranya adalah mereka yang hidup
berpoligami.
Ironinya, sebagian besar pria-pria
beristri dua di Jalan Wayo, menikahi wanita idamannya lebih dari satu dengan
cara menikah siri atau menikah tak resmi sesuai peraturan yang telah
dikeluarkan pemerintah.
Kepala desa setempat sudah
berulangkali menyarankan para pasangan poligami di Jalan Wayo itu tidak hanya
menikah siri. Tapi, meresmikan pernikahan mereka di Kantor Urusan Agama (KUA)
setempat.
Sebab, hal itu berdampak ke
permasalahan lain. Salah satunya terkait dengan administrasi kependudukan.
Misalnya, masalah kartu keluarga dan
akta kelahiran. Ada perempuan yang tidak mencantumkan nama suami di KK karena
yang bersangkutan ikut KK istri pertama.
Meski begitu, kehidupan rumah tangga
masyarakat Kampung Wayo terlihat harmonis. Tak pernah ada cerita keributan
antar istri.
Pasalnya para suami kampung ini
sudah memberikan rumah dan dan tambak untuk istri-istrinya. Banyak alasan yang
mendasari pria-pria di kampung tersebut memilih wayuh. Mulai pertimbangan
ekonomi sampai niat memiliki keturunan. (Viva/Bay/Dod/Jat)