Pesawat Hercules C-130 Jatuh |
Metrolima.com - Tragedi jatuhnya pesawat Hercules C-130 di Medan
kembali menyayat hati masyarakat. Ratusan nyawa melayang, menyisakan duka tak
terhingga bagi mereka yang ditinggalkan. Faktor usia pesawat dituding jadi penyebab.
Namun, ada dugaan lain yaitu muatan pesawat yang melebihi kapasitas.
Sejumlah pihak menilai pesawat Hercules C-130 memuat
penumpang melebih batas. Hal itu terjadi karena ada dugaan praktik pungli yang
berujung pada masuknya sejumlah penumpang melebih kapasitas, dengan mengabaikan
faktor SOP (standard of procedure).
Mudahnya warga sipil menumpang pesawat Hercules
milik TNI Angakatan Udara (AU) menjadi pertanyaan banyak pihak. Hal ini setelah
tragedi jatuhnya pesawat Hercules C-130 yang jatuh di Medan, Sumatera Utara, 30
Juni 2015. Pesawat ini membawa 12 kru dan lebih dari 100 warga sipil. Komisi I
DPR yang membidangi pertahanan mencurigai pungutan tiket pesawat militer bagi
penumpang sipil. Tubagus Hasanudin, anggota Komisi dari Fraksi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDIP) membeberkan, penumpang nonmiliter dimintai tiket
seharga Rp 900 ribu per orang untuk menaiki pesawat Hercules C-130.
“Saya dapat informasi, katanya ada yang bayar sampai
hampir Rp 900 ribu. Kalau pakai pesawat sipil saja, itu tidak sampai Rp 600
ribu. Jadi kenapa harus membayar mahal?” kata T. Hasanudin di Kompleks
Parlemen, Senayan, Rabu (1/7).
Menurut Hasanudin, pesawat Hercules memang berfungsi
sebagai pesawat angkut, bukan pesawat tempur. Biasanya, Hercules dipakai
mengangkut bantuan logistik, bantuan pasukan, alat tempur, atau kepentingan
militer lain. Dia tidak menampik pesawat ini kerap dipakai anggota TNI dan
keluarga untuk penerbangan antar wilayah . “Dalam prosedurnya dibenarkan
saat melakukan pergeseran ada keluarga prajurit yang ikut. Sebatas itu
keluarganya atau pejabat pemerintah daerah,” ucap Hasanudin, seperti dilansir
Surabaya Pagi.com.
Meski begitu, pengangkutan penumpang sipil harus
dilakukan seizin komandan lapangan udara. “Jadi, apakah 110 penumpang yang ikut
Hercules sudah seizin komandan pangkalan?” ujar Hasanudin. “Kalau tidak, itu
sebuah pelanggaran.”
Wakil Ketua Komisi Pertahanan Hanafi Rais belum bisa
memastikan kebenaran kasus pungutan tersebut. Menurut dia, pesawat militer tak
bisa digunakan sebagai angkutan transportasi pribadi. Meski begitu, ia meminta
masyarakat menunggu hasil investigasi TNI terkait dengan kecelakaan ini. “Untuk
transportasi pribadi, itu menyalahi aturan. Tapi sebaiknya menunggu investigasi
TNI sendiri, supaya tak salah kebijakan,” tuturnya.
Sementara itu, mudahnya warga sipil menumpang
pesawat Hercules C-130 milik TNI AU dianggap hal wajar di Pangkalan Udara
Soewondo. Anggota Babinsa Natuna Serda Sahat Sihombing membeberkan, warga sipil
mudah untuk naik pesawat Hercules. Hal ini lantaran ada tiket pembayaran di
Lanud. “Bayar ke loket pembayaran. Ada loketnya di Lanud,” kata Sahat
Sihombing.
Dengan begitu, kata dia, siapapun selain bisa
menumpang Hercules. Tidak harus anggota TNI. “Siapa saja bisa,” jelas dia. Tak
hanya orang, barang dan sayuran yang dibawa warga sipil juga bisa masuk.
Parahnya lagi, jelas Sahat, tidak ada sistem timbangan yang diberlakukan pihak
Lanud. Ini memungkinkan pesawat Hercules kelebihan beban, “Hercules kan yang
penting bayar, enggak ditimbang. Bagasi formalitas saja, karena semua penumpang
dan barang dibawa semua,” tegas dia.
Sahat Sihombing bercerita, dua anaknya Ester Lina
Yosefin dan Rita Yunita menggunakan jasa pesawat Hercules milik TNI AU untuk
pulang ke Natuna. Untuk jasa itu ia membayar buat kedua anaknya. “Kalau kami
anggota TNI kan harus urus surat segala macam. Sudah diurus malah harganya
lebih mahal dari sipil,” kata Sahat.
Sahat mengungkapkan, ia harus merogoh kocek sejumlah
Rp750 ribu tiap anak. Sementara harga untuk warga sipil Rp725 ribu tiap kepala.
“Karena lebih mahal saya bilang, jangan segitulah. Masa harga kami lebih mahal
dari harga sipil. Akhirnya dikurangi jadi Rp1,4 juta, satu anak Rp700 ribu,”
kata dia.
Sayang, sebelum bertemu Sahat dan istrinya, kedua
anaknya tewas lantaran Hercules yang ditumpangi jatuh di Jalan Letjen Jamin
Ginting, Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara. Pesawat buatan AS tahun 1964 itu
jatuh sekitar pukul 11.48 WIB atau dua menit setelah lepas landas dari
Pangkalan Udara Soewondo, Kota Medan.
Menanggapi polemik pungutan pesawat Hercules,
Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, mengungkapkan warga sipil memang
diperbolehkan iku menumpang pesawat Hercules. “Kalau mau ikut boleh-boleh saja,
dari dulu begitu,” sebut Ryamizard, saat menghadiri peringatan hari Bhayangkara
ke 69 di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Rabu (1/7).
Ryamizard beralasan, diperbolehkannya warga sipil
menaiki pesawat Hercules agar bisa lebih dekat dengan masyarakat. Hal tersebut
membuktikan TNI dekat dengan masyarakat. Namun, Ryamizard menampik TNI
mengambil keuntungan dari penumpang pesawat Hercules C 130 yang jatuh kemarin
dengan membayar uang. “Masak TNI ambil keuntungan?,” tandas mantan Pangdam
V/Brawijaya ini.
Hal sama diungkapkan Wapres Jusuf Kalla. Ia menilai
wajar jika pesawat milik TNI AU mengangkut warga sipil. Menurut Kal la, langkah
memperbolehkan warga sipil ikut penerbangan TNI AU merupakan bagian dari
sumbangsih TNI untuk masyarakat yang kesulitan memperoleh fasilitas
transportasi. “Dalam rangka civic mission (misi kemasyarakatan), kan sambil
lalu, tidak khusus. Daripada kosong kan? Rombongan Natuna jauh-jauh, ikutlah.
Jadi lihatlah itu sebagai sumbangan, partisipasi TNI untuk rakyat yang sulit,”
papar JK di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Rabu (1/7).
Mengenai dugaan adanya biaya yang dikenakan kepada
warga yang menumpang pesawat TNI, Kalla mengaku tidak tahu. “Saya tidak tahu
(ada pungutan biaya), tapi itu mungkin dalam rangka civil mission. Itu kan
bukan misi khusus, daripada kosong, rombongan ke Natuna jauh-jauh ikutlah,”
lanjut JK mengakhiri pernyataan. Sementara itu pihak TNI mengatakan akan
mengusut dugaan pungli Hercules tersebut. (Pra/Gun)