Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir |
Metrolima.com - Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan
organisasinya menolak Hari Santri Nasional.
“Semangat Muhammadiyah itu semangat
ukhuwah yang lebih luas di tubuh umat Islam, agar umat utuh, tidak
terkotak-kotak pada kategorisasi santri dan non-santri,” ucapnya setelah
membuka Tanwir II Nasyatul Aisyiyah di Bandung, Kamis, 15 Oktober 2015.
Haedar beralasan, Hari Santri
Nasional justru akan mengukuhkan kategorisasi di kalangan umat Islam.
“Santri itu kategori dalam genre umat Islam yang tingkat beragamanya lebih
terpenuhi. Kemudian kategorisasi yang lain ada abangan dan sebagainya. Kita
menolak kategorisasi itu,” ujarnya.
Haedar mengaku tengah menyiapkan
surat dari organisasinya yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo soal
penolakan tersebut, juga pada organisasi Islam lain.
“Kita berusaha hal seperti itu tidak
pakai surat. Tapi, kalau memang dipandang perlu, kami akan kirim surat kepada
Presiden. Dan kami juga sampaikan kepada saudara kami dari umat Islam, dari
organisasi Islam lain, bukan Muhammadiyah itu suka atau tidak suka dengan ini,
tapi ingin lebih berpikir secara luas dan tidak terkotak-kotak,” tuturnya.
Menurut Haedar, kategorisasi antara
santri dan nonsantri itu yang ditolak organisasinya. “Kategorisasi santri,
abangan, dan priyayi itu harus kita tinjau secara akademik, karena itu membelah
umat Islam pada santri dan nonsantri. Padahal umat Islam itu satu-kesatuan,”
katanya.
Haedar berujar, Muhammadiyah menilai sudah cukup hari-hari besar keagamaan yang ada dan disepakati bersama di kalangan umat Islam. “Kita memandang bahwa cukuplah hari-hari besar Islam itu dengan apa yang selama ini kita miliki. Ada 1 Muharam, Maulud Nabi, Isra Mikraj, dan seterusnya. Dan itu disepakati semua golongan muslim, tanpa kecuali,” ucapnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menyatakan Presiden Joko Widodo
setuju tanggal 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional. "Pak
Jokowi pada dasarnya merestui," ujar Said dalam konferensi pers di kantor
PBNU, Jakarta, Selasa, 6 Oktober 2015.
Saat ini, tutur Said, penetapan Hari
Santri dalam proses administrasi di Kementerian Agama dan Kementerian Sosial.
Menurut Said, Jokowi tadinya mau Hari Santri jatuh pada 1 Muharam. Namun 1 Muharam
merupakan Tahun Baru Islam, yang dirayakan umat Islam seluruh dunia.
Tanggal 22 Oktober dipilih karena
mempresentasikan substansi kesantrian, yakni spiritualitas dan patriotisme,
ketika Kiai Hasyim Asyari mengumumkan fatwa yang masyhur disebut Resolusi Jihad
untuk merespons Agresi Belanda II. "Resolusi Jihad memuat seruan-seruan
penting yang memungkinkan Indonesia tetap bertahan serta berdaulat sebagai
negara dan bangsa," kata Said Aqil.(tmpo/muh/fik/jat)