Jakarta, Metrolima.com – Gugatan negara Indonesia terhadap mantan Presiden Soeharto, ahli waris
mantan Presiden Soeharto dan Yayasan Supersemar dikabulkan Mahkamah Agung (MA).
Mahkamah Agung (MA) memperbaiki salah ketik putusan kasasi antara Pemerintah
Indonesia melawan Yayasan Supersemar dan keluarga mantan Presiden Soeharto.
Mendiang Soeharto |
Kasus bermula saat Presiden Soeharto mengeluarkan
Peraturan Pemerintah (PP) No 15/1976 yang menentukan 50 persen dari 5 persen
sisa bersih laba bank negara disetor ke Yayasan Supersemar. Bermodal PP ini,
Yayasan Supersemar sejak 1976 hingga Soeharto lengser, mendapatkan uang sebesar
USD 420 juta dan Rp 185 miliar.
Namun dalam perjalanannya, dana tersebut yang
seharusnya untuk membiayai dana pendidikan rakyat Indonesia diselewengkan.
Setelah Soeharto tumbang, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
diwakili Kejaksaan Agung (Kejagung) menggugat Yayasan Supersemar yang diketuai
oleh Soeharto telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Pada 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
(PN Jaksel) mengabulkan gugatan Kejagung dan menghukum Yayasan Supersemar
membayar ganti rugi kepada RI sebesar USD 105 juta dan Rp 46 miliar. Putusan
ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 19 Februari 2009.
Mendiang Soeharto saat pemeriksaan pengadilan |
Vonis ini lalu dikuatkan di tingkat kasasi. Majelis
kasasi menghukum Yayasan Supersemar membayar kepada Penggugat 75 persen x USD
420 juta atau sama dengan USD 315 juta dan 75 persen x Rp 185.918.904 = Rp
139.229.178 (sebelumnya tertulis USD 420 ribu, demikian sebagai ralat). Namun
ternyata putusan kasasi itu salah ketik, seharusnya tertulis Rp 185 miliar,
tetapi tertulis Rp 185.918.904. Duduk dalam majelis kasasi yang diketok pada 28
Oktober 2010 ini yaitu hakim agung Dr Harifin Tumpa dengan anggota Rehngena
Purba dan Dirwoto.
Kesalahan ketik ini lalu membuat geger karena putusan
tidak dapat dieksekusi. Alhasil, jaksa lalu melakukan peninjauan kembali pada
September 2013. Ternyata, di saat yang bersamaan, Yayasan Supersemar juga ikut
melakukan (PK). Lalu apa kata MA?
"Mengabulkan PK I (Negara Repubilk Indonesia),
menolak PK II (Yayasan Supersemar)," demikian lansir website MA, Senin
(10/8/2015).
Lantas berapakah uang yang harus dibayar keluarga
Soeharto ini? Berdasarkan kurs hari ini, Senin (10/8), maka ahli waris Soeharto
harus memberikan ganti rugi ke negara Rp 4.309.200.000.000 plus Rp 139 miliar
sehingga totalnya menjadi Rp 4,448 triliun.
Jaksa: Pasti diEksekusi
Jampidsus, Widyo Pramono |
"Alhamdulillah, MA telah merespons memelalui
putusan Peninjauan Kembali yang kami ajukan," kata Jaksa Agung Muda Pidana
Khusus (Jampidsus) Widyo Pramono yang dilansir detikcom, Selasa (11/8/2015).
Putusan ini diketok oleh Suwardi yang juga Wakil Ketua MA bidang Nonyudisial dengan anggota majelis Soltony Mohdally dan Mahdi Soroinda Nasution. Vonis dengan nilai perkara sangat besar ini diketok pada 8 Juli 2015 lalu.
"Ini pertanda suara kebenaran, kejujuran, fair play dalam penegakan hukum yang berunsurkan keadilan dan kemanfaatan yang muaranya kepada kesejahteraan rakyat secara nyata telah terbuka adanya," ucap Widyo tidak bisa menyembunyikan kegembirannya.
"Kami menyambut gembira putusan dimaksud dan untuk mengeksekusi ya must be baca secara hikmat/seksama dan secara resmi ada pemberitahuannya melalui Pengadilan Negeri setempat," ujar Widyo.
"Insya Allah putusan tersebut haqul yakin benar. Pasti turun/dikirimkan dan dipelajari/didalami sedemikian rupa dan baru eksekusi sesuai bunyi amar putusannya," pungkas Widyo. (DN/Dhan/Asp/Faj/Jat)