Kondisi ruangan lantai 4 gedung SMKN 8 Pejaten |
Jakarta, tabloidmetrolima.com - Pengerjaan rehab berat dan ringan
sejumlah gedung sekolah yang tersebar di wilayah Jakarta Selatan yang
dikerjakan kontraktor menjadi perbincangan para orang tua murid dan pihak
sekolah. Lantaran kualitas pekerjaan kontraktor buruk dan meninggalkan
sisa-sisa material yang mengotori lingkungan sekolah.
Seperti pekerjaan rehab gedung
sekolah SMKN 8 di Jln Raya Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, yang menelan
biaya sekitar Rp.2,5 miliar menjadi cibiran guru, siswa dan orangtua.
Selain pihak sekolah juga warga yang tinggal disekitar sekolah kecewa dengan
pihak kontraktor, karena sisa material bangunan berserakan.
“Puing-puing dari proyek rehab
itu mengotori lingkungan sekolah dan sekitar juga rentan akan kecelakaan
terhadap siswa dan warga,” kata Soleh.
Soleh (45) warga yang tinggal
dekat sekolah menilai, pengerjaan rehab sekolah tidak menunjukkan kontraktor
yang profesional. “ Kontraktornya abal-abal kali toh,” katanya.
Tidak jauh berbeda dengan yang
terjadi dengan rehab gedung sekolah SMAN 55 dan SMA 97 di
jalan Brigif II, Jagakarsa, selain pekerjaannya molor dan tidak memberi dampak
positif atas pekerjaan itu, Sebaliknya pekerjaan perbaikan SMA 97 senilai Rp.1,9
miliar itu, setelah digarap justru berantakan, Akibat kondisi berantakan
mengganggu kenyamanan siswa dan guru dalam melakukan akrifitas belajar dan
megajar. “ Yah beginilah, kita harus
hati-hati melangkah,” kata seorang siswa disana, Kamis (4/2).
Sejumlah orang tua siswa yang
ditemui di lokasi Kamis ( 4/2) mengungkapkan kekecewaannya, sangat kecewa
dengan pekerjaan yang dilakukan kontraktor, Setelah perbaikan bukannya lebih
baik dan bagus dari sebelumnya justru sebaliknya,” kata Edy warga Jagakarasa.
Dikatakan Edy dan orang tua
lainnya yang khawatir dengan kondisi berantakan itu, beberapa bagian gedung
yang diperbaiki pekerjaannya berantakan. “ Kata anak saya, list plafon di
ruangan lab bahasa dan kelas X IPA 1 kondisinya retak dan somplak juga ditambah
plafon di lantai 2 menghitam,” katanya.
Informasi yang diperoleh
pekerjaan rehab SMA 97 juga diduga double (ganda) anggaran. Sebelumnya sekolah
tersebut pernah dimasukan pada anggaran tahun 2014, sekitar Rp.800 juta,
kemudian dimasukan kembali pada tahun anggaran 2015 sekitar Rp.1,9 miliar.
Ada kejanggalan pada besaran
mata anggaran rehab sekolah itu, dimana rehab total nilai anggarannya jauh
berbeda dengan nilai pemeliharaan. Secara logika, hal ini sangat tidak rasional
dimana besaran pemeliharan lebih besar dari anggaran rehab.
Tentunya hal ini sangat aneh,
sehingga peralu dilakukan pengusutan dan penyelidikan terhadap adanya dugaan
mark up (penggelembungan) anggaran atas sekolah tersebut.
Yang terjadi atas gedung sekolah
SMA juga terjadi terhadap gedung sekolah SMP, antaranya SMPN 164 Jalan Dharma
Putra Raya No 10 Kebayoran Lama. Sejak dibangun ulang pada 2013 dengan
biaya belasan miliar rupiah, hingga kini belum menunjukkan rampung.
Para orang tua murid sekolah
itu, meminta kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama untuk melakukan
peninjauan ke sekolah, dan melakukan penekan terhadap kontraktor untuk segera
merampungkan pekerjaan rehab. “ Anak kami sudah cukup lama numpang belajar di
sekolah lain,” kata Mursyid salah seorang tua murid disana.
Pihaknya dan sejumlah orang tua,
sangat heran dan bertanya-tanya kenapa kegiatan pembangunan sekolah tidak cepat
selesai padahal anggarannya cukup besar. “ Ini kesalahan siapa, pihak
kontraktor atau instansi terkait,” katanya.
Jujur, katanya, sebagai orang
tua yang anaknya bersekolah di SMP negeri tapi ketika selesai sekolah lulusnya
dari SD. “ Saya dan anak tentunya malu jika lulusnya nanti dari SD. Masak iya
lulusan SMP rasa SD?” keluhnya.
Kepala Dinas Pendidikan
(Kadisdik) DKI Jakarta, Sopan Ardianto, beberapa waktu lalu, mengaku
kecewa atas molornya sejumlah proyek rehab total gedung sekolah di Jaksel.
Apalagi, lanjutnya, perbaikan gedung SMAN 97 yang setelah digarap justru
berantakan sehingga mengganggu kenyamanan siswa.
Ditegaskan Sopan, mulai tahun
ini seluruh kegiatan sarpras rehab gedung sekolah harus selesai dalam tahun
yang sama. “ Apabila molor ataupun pekerjaannya mengecewakan, semua pihak harus
bertanggungjawab dan akibatnya TKD tidak full 100%,” katanya saat pengarahan
kepada Komunitas Pendidikan 2 Jaksel Kamis (28/1).
Dikatakannya, salah satu
penilaian TKD dari key performance indikator (KPI) masing-masing pihak. Khusus
untuk rehab sekolah, mulai kepala sekolah, kepala seksi sarana dan prasarana
(sarpras), Kepala Suku Dinas (Kasudin) hingga Kadisdik serta lainnya harus
terlibat mulai perencanaan, penyelesaian rehab hingga pemanfaatan gedung. (geng)