Samsul petani warga lumajang tewas dibantai karena tolak penambangan ilegal |
Hukrim, Metrolima.com - Samsul alias Kancil, seorang petani
di Desa Selok Awar-awar, Lumajang, tewas dibunuh karena aksinya menolak
kegiatan penambangan pasir di wilayah Pantai Watu Pecak. Dia dianiaya kemudian
dibunuh di depan Balai Desa karena, pada Sabtu (26/9) September 2015 kemarin.
Mereka dibunuh dan dianiaya di depan
Balai Desa karena, pada 9 September 2015 lalu karena menggelar aksi damai untuk
menolak proyek penambangan pasir di sekitar wilayah Pantai Watu Pecak,
Lumajang.
Proyek penambangan pasir tersebut-selain merusak jalan desa akibat
tingginya aktivitas penambangan-akan mengakibatkan abrasi yang berdampak
signifikan terhadap kerusakan lingkungan.
Sedangkan untuk petani lain, Tosan,
juga mengalami penganiayaan. Korban sempat melakukan perlawanan tetapi kalah
dengan banyaknya puluhan orang tak dikenal beramai-ramai menganiaya. Saat ini
korban dirawat di rumah sakit dengan kondisi kritis.
"Tosan
dijemput paksa di rumahnya. Tanpa banyak bicara, puluhan orang yang membawa
pentungan kayu, celurit dan batu itu mengeroyok Tosan," terang Fatkhul di
Surabaya, Senin (28/9).
Tosan kritis dibantai |
"Kemudian Tosan diseret ke lapangan
dan dihajar membabi-buta. Tubuhnya juga dilindas beberapa kali dengan motor
para pelaku. Akibatnya, Tosan mengalami luka berat," lanjutnya.
Karena menderita
luka-luka berat, Tosan langsung dilarikan ke Puskesmas Pasiran untuk kemudian
dirujuk ke RSUD Lumajang dan RS Bhayangkara Lumajang.
Selesai
membantai Tosan, gerombolan ini mencari Salim Kancil di rumahnya. Seperti yang
dilakukan pada Tosan, kelompok preman ini mengikat Salim dan menyeretnya menuju
Balai Desa Selok Awar-Awar, yang berjarak sekitar dua kilometer dari rumah
Salim.
Selain diseret,
Salim juga dihajar dengan pukulan dan senjata selama perjalanan.
"Sepanjang perjalanan menuju balai desa, gerombolan ini terus menghajar
Salim dengan senjata yang mereka bawa. Ironisnya, penganiayaan ini juga
disaksikan warga sekitar, yang ketakutan dengan aksi brutal ini."
"Di balai
desa, tanpa peduli ada anak-anak yang tengah mengikuti pendidikan PAUD (Pendidikan
Anak Usia Dini), gerombolan ini terus melakukan adegan brutal kepada Salim. Di
dalam balai desa, Salim disetrum dengan alat listrik yang sudah disiapkan kelompok
tersebut," ungkap Fatkhul.
Meski berada di
dalam ruangan balai desa, tak satupun perangkat desa yang keluar menghentikan
aksi 'gila' tersebut. Salim Kancil-pun tewas dalam aksi tak berperikemanusiaan
itu. Salim tewas dalam kondisi telungkup di antara batu dan kayu berserakan di
dalam ruangan balai desa.
Sekadar
informasi, penolakan warga atas penambangan pasir liar di Lumajang ini sudah
berlangsung lama. Penambangan pasir liar juga terjadi di beberapa daerah di
Lumajang, seperti di Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun. Aktivitas ini
dilakukan oleh PT ANTAM.
Kemudian di Desa
Pandanarum dan Pandanwangi, Kecamatan Tempeh. Semu aktivitas penambangan ini,
memicu konflik hingga saat ini. Sementara pemerintah dan aparat setempat
membiarkan konflik penambangan pasir besi di Lumajang selatan ini, hingga
terjadi penganiayaan terhadap dua aktivis kontra-penambangan, yaitu Tosan dan Salim
Kancil.
"Tambang-tambang
pasir ini sudah diketahui ilegal dan merusak lahan pertanian di pesisir pantai.
Tapi oleh pemerintah dan aparat setempat dibiarkan. Tak ada tindakan
tegas," pungkasnya.(mrdk/lia/ded/jat)