Headlines News :
Home » , » Bupati Terpilih Diminta Tuntaskan Persoalan Pasar Tobelo

Bupati Terpilih Diminta Tuntaskan Persoalan Pasar Tobelo


Pedagang penuhi pinggir jalan pasar Tobelo
Halut, tabloidmetrolima.com - Pemkab Halut dinilai tidak serius atau setengah hati mengurus pemindahan pedagang pasar Tobelo ke pasar Baru Wosia. Ini terlihat dengan kembalinya sejumlah pedagang pasar Baru Wosia yang berjualan di pinggiran jalan Kemakmuran persis di depan eks pasar Lama yang sementara dibangun beberapa waktu lalu, dan sampai sekarang masih bertahan.



Kadis Perindagkop Halut, Corneles Mussy, dalam beberapa kesempatan, saat berbincang dengan sejumlah awak media, sempat melontarkan kekecewaannya pada tim revitalisasi pasar yang sudah dibentuk yang terdiri dari beberapa instansi terkait pemkab Halut dan instansi vertical lainnya seperti Dinas Perhubungan, Dinas Tata Kota, PU, Dinas  Perikanan, Satpol PP, Polres Halut dan juga unsure TNI.

Menurut Neles, begitu sapaannya, saat action di lapangan, pihaknya selalu bekerja sendirian dan kurang mendapat dukungan dari intansi teknis lainnya. Pihaknya hanya didukung oleh pihak Satpol PP dan unsure TNI/Polri. “Persoalan pasar ini bukan hanya urusan kami di dinas Perindagkop, tetapi ada keterkaitan dengan dinas teknis lainnya seperti dinas Perhubungan yang harus mengatur transportasi sehingga memudahkan masyarakat pergi dan pulang berbelanja di pasar, dinas Tata Kota yang harus ikut membantu menata dan juga mengurus sampah yang ada. Namun kenyataannya tidak seindah seperti yang selalu dibicarakan dalam rapat-rapat yang dibuat”, papar Neles.

Lebih lanjut dipaparkan oleh lelaki ini bahwa salah satu persoalan yang dihadapinya mengapa warga dan juga sebagian pedagang enggan berpindah ke pasar Baru Wosia adalah masalah transportasi bentor yang belum diijinkan masuk  ke pasar Baru dengan bebas selama 24 jam. Selain itu, jika sudah diijinkan selama jam-jam tertentu, tarifnya agak mahal yaitu Rp. 10 ribu sehingga jika pulang-pergi ke pasar, warga harus merogoh sakunya dan membayar Rp. 20 ribu.

Hal ini diperkuat oleh pengakuan sejumlah warga yang merasa enggan untuk pergi berbelanja di pasar Baru Wosia karena mahalnya tarif bentor tersebut. Ince Soleman, IRT yang tinggal di kawasan Kampung Kodok, Gamsungi, lebih memilih menunggu pedagang keliling yang menjajakan jualannya dengan kendaraan roda dua yang setiap pagi masuk di kompleksnya dari pada harus mengeluarkan Rp. 20 ribu untuk pergi berbelanja di pasar Baru Wosia.

“Bagi yang lain, mungkin Rp. 20 ribu itu tidak berarti apa-apa, tapi bagi kami masyarakat kecil ini, Rp. 20 ribu itu sudah bisa berbelanja beberapa kebutuhan seperti sayur dan bumbu-bumbu masak lainnya”, paparnya. Senada dengan itu, Diltje Djaine, IRT yang tinggal di desa Gura, jarang sekali berbelanja ke pasar Baru Wosia dan lebih suka menunggu pedagang keliling yang setiap pagi masuk ke kompleksnya, dimana dengan Rp. 20 ribu, ia sudah bisa membeli beberapa kebutuhan untuk memasak.

Di sisi lain, berbagai upaya dilakukan oleh  pedagang di pasar Inpres Rawajaya kecamatan Tobelo, untuk tetap bertahan di sekitar area jalan Belakang pasar Lama untuk berjualan. Selain alasan tidak mendapat tempat, para pedagang ini memilih bertahan karena dagangannya cepat laku dari pada harus berjualan di pasar Baru Wosia.

“Kami bukannya mau melawan atau menolak program pemerintah untuk relokasi pasar, namun kami butuh suatu kepastian saat berjualan. Bagaimana kami mau berjualan sementara akses transportasi saja mahal dan masih dibatasi seperti ini. Ini masalah perut dan tidak bisa ditunda-tunda. Pemda seharusnya mengatur dulu semua ini dengan tuntas baru menyuruh kami pindah. Kami mau mau pindah tapi transportasi ke pasar Baru seperti bentor selain dibatasi jam-jam operasinya, tarifnya juga cukup mahal bagi warga yang ekonominya lemah seperti kami.

“Bagaimana kami mau beri makan keluarga kalau keadaan seperti ini”, papar Fitry, salah satu pedagang yang bertahan berjualan di jalan Belakang Rawajaya.

Terpisah dari itu, sejumlah warga kota mengharapkan Bupati yang baru terpilih akan lebih serius dan tegas menuntaskan persoalan ini agar keindahan kota Tobelo bisa ditata dengan baik. “Bayangkan di pusat kota bau busuk ikan dan sampah-sampah lainnya sangat mengganggu aktifitas warga akibat ulah para pedagang yang berjualan di pinggiran jalan. Kalau pemerintah tegas, maka persoalan ini akan selesai, tapi karena pemda juga plin-plan, maka akibatnya seperti ini”, pungkas Dullah Kikilo, warga Gosoma. (karl)
Share this article :

<<< Mari Bergabung Bersama Kami >>>

*** Telah Terbit Edisi 146 Tahun Ke-10 ***

*** Telah Terbit Edisi 146 Tahun Ke-10 ***
DAPATKAN SECARA BERLANGGANAN : Tabloid Dwi-mingguan : MEDIA CETAK DAN ONLINE : Berita Lengkap, Isi dan Tampilan Baru : Wisata, Kuliner, Info Kesehatan dan Kecantikan, Keluarga, Kisah Nyata, Misteri, Zodiak, Selebrita Dll.

BERITA POPULAR

 
Copyright © 2015. tabloidmetrolima - All Rights Reserved