![]() |
| Ribuan Warga BVanyuwangi mengikuti Tumpeng Sewu |
Budaya, Banyuwangi, Metrolima.com - Warga Suku Using Desa Kemiren,
Kecamatan Glagah, Banyuwangi berjejalan di sepanjang jalan desa untuk menggelar
tradisi unik Tumpeng Sewu (seribu nasi tumpeng).Namun tak hanya sewu tumpeng yang disajikan dalam
ritual tolak bala, Kamis (17/9/2015) malam. Ada 3 ribu nasi tumpeng yang
dipasangkan dengan lauk khas pecel pitik dan dihidangkan sekaligus dalam ritual
adat yang digelar setahun sekali ini.
3 ribu tumpeng itu menghabiskan sekitar 6 ton beras
dan 3.000 ayam kampung yang pembuatannya dilakukan secara serentak oleh
masyarakat Kemiren. Warga Kemiren yang berjumlah 1300 kepala keluarga,
masing-masing menghidangkan 2 tumpeng pecel pitik yang disajikan dan dimakan
bersama di depan rumah.
Tradisi bersih desa yang masuk dalam agenda Banyuwangi
Festival ini menarik minat ribuan wisatawan baik lokal maupun mancanegara.Setiap pengunjung yang datang dipersilahkan untuk menikmati hidangan secara
gratis.
Pendatang bisa berbaur tanpa jarak dengan warga
setempat untuk menikmati tumpeng sewu ini."Acara ini sangat menyenangkan kita bisa makan
bareng-bareng bersama orang banyak di sepanjang jalan.
Makanannya saya suka
meski sedikit pedas," ujar Christopher Reid, seorang turis asal Kanada
yang ikuti ritual Tumpeng Sewu, Kamis (17/9/2015).
Serbuan warga yang menyemut itu membuat masyarakat
Kemiren ketiban rejeki. Pasalnya pengunjung dari luar Banyuwangi yang penasaran
akan citarasa pecel pitik, ikut berjubel antre memesan makanan khas berbumbu
parutan kelapa muda tersebut.
Satu porsi nasi tumpeng lengkap dengan pecel
pitik dan sayuran plus sambal kacang dihargai sebesar Rp. 250 ribu.Meski Tumpeng Sewu masuk dalam agenda B-Fest, pemda
setempat sengaja tidak memberi suntikan dana APBD. Hal itu dilakukan agar
kearifan lokal masyarakat dalam gotong rotong dan menjunjung nilai tradisi
tetap terjaga.
![]() |
| Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mencicipi Tumpeng Sewu |
Walaupun tradisi ini dibiayai secara
swadaya masyarakat, peredaran uang yang terjadi saat ritual bersih desa ini
diprediksi mencapai Rp. 250 juta. Nilai perputaran ekonomi yang cukup fantastis
untuk sebuah ritual desa yang dibiayai sukarela oleh masyarakat Desa Kemiren
ini.
"Meski masuk agenda B-Fest,
tumpeng sewu ini tidak dibiayai APBD karena masyarakat secara mandiri ingin
merawat tradisi yang sudah turun menurun mereka lakoni. Lalu oleh Pemda
dikenalkan ke khalayak luas, bahwa ini adalah bagian dari upaya merawat tradisi
dan kearifan lokal yang menggambarkan keterbukaan dan keramahan suku
Using," kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
Hamparan tikar dan ratusan oncor
ajug-ajug (obor bambu berkaki empat) yang berjejer di sepanjang desa Kemiren
makin melengkapi sensasi sakral makan pecel pitik bersama.
Sebelum makan bersama, warga Desa
Kemiren mengawalinya salat maghrib berjamaah dan doa bersama.nSebelum selamatan
dimulai, masyarakat juga "ngarak barong" sebagai simbol penjaga Desa
Kemiren.nSelain itu mereka juga membakar daun kelapa kering sepanjang jalan
untuk menghilangkan marabahaya.
Usai makan tumpeng bersama, di rumah
tokoh masyarakat setempat warga bersama sama membaca Lontar Yusuf (Surat
Yusuf) hingga tengah malam.Lontar Yusuf yang merupakan rangkaian dari ritual
ini menceritakan perjalanan hidup Nabi Yusuf.
Melengkapi tradisi Tumpeng Sewu, pada siang hari,
warga desa melakukan ritual menjemur kasur (mepe kasur) abang cemeng yang
menjadi kasur khas Suku Using secara massal.(DN/Put/Fdn/Jat)

