Nama
Ponari diabadikan menjadi nama gang di dekat rumahnya
|
Sisi Kehidupan, Metrolima.com - Ponari, dukun cilik beken asal
Dusun Kedungsari, Desa Balungsari, Kecamatan Megaluh, Jombang, Jawa Timur, kini
beranjak remaja. Seiring meredupnya kesaktian yang dimiliki, pasiennya kini
bisa dihitung jari.
Nama Ponari, dukun cilik dengan batu ajaibnya tetap beken di mata warga Jombang. Terbukti, saat Sindonews bertanya ke warga alamat rumah Ponari, mereka langsung ngeh.
"Terus saja. Ikuti
jalan raya ini. Nanti ada pertigaan belok kiri. Lalu ada Gang Ponari, sampeyan
susuri jalan paving. Paling pojok itu rumah Ponari," ujar seorang warga.
Padahal, jarak rumah Ponari
cukup jauh. Ada sekitar tiga kilometer. "Siapa yang tidak kenal
Ponari," tambahnya.
Warga tadi tak salah.
Untuk mengenang 'kesaktian' Ponari, warga pun mengabadikan nama Ponari di gang
kampung mereka dengan nama Gang Ponari. Bahkan, jalan paving di dusun mereka
dikumpulkan dari hasil sumbangan warga yang berobat ke Ponari. Renovasi masjid
setempat juga hasil infak pasien Ponari.
"Semua itu hasil
kerja keras dari Ponari," kata Santi, warga setempat.
Pendeknya, berkah
kesaktian Ponari juga dirasakan warga setempat. Bu As, warga setempat yang saat
itu hanya menjual minuman kemasan air putih meraih untung Rp200 ribu per hari.
Padahal, ada puluhan
bahkan ratusan warga yang mendadak menjadi pedagang.
Mereka menjual rupa-rupa. Mulai makanan, minuman, bahkan menyewakan rumah untuk pasien yang harus menunggu giliran diobati Ponari.
Mereka menjual rupa-rupa. Mulai makanan, minuman, bahkan menyewakan rumah untuk pasien yang harus menunggu giliran diobati Ponari.
Belum lagi ratusan
tukang parkir yang membuka puluhan lapak untuk jasa penitipan sepeda motor dan
mobil keluarga pasien.
"Pokoknya, banyak
yang ketiban rezeki dari keterkenalan Ponari," tambah Santi.
Setelah menyusuri jalan
paving yang lebarnya sekitar dua meter dengan rumah cukup padat di kiri kanan
jalan, tampaklah rumah Ponari yang cukup megah untuk ukuran warga kampung.
Bangunan permanen itu tampak mencolok.
Rumah baru Ponari
|
Rumah baru Ponari
Dahulu, keluarga Ponari
menempati rumah sederhana berukuran 4x6 meter berdinding gedek, berlantai tanah
yang merupakan rumah neneknya. Letaknya selemparan batu dari rumah megah yang
kini ditempati Ponari.
Rumah lama ponari |
Rumah yang sekarang
ditempati keluarga Ponari, dahulu berupa tegalan. Lalu dibeli dari hasil uang
pasien yang berobat ke Ponari. "Dulu Ponari menempati rumah sederhana
itu," ujar warga seraya menunjuk rumah gubuk reyot berukuran 4x6 meter
yang sudah tidak ditempati lagi.
Rumah lama Ponari
Rumah lama Ponari
Setelah tiba di rumah
Ponari, penulis mengucapkan salam beberapa kali, lalu keluar seorang pria
berperawakan kecil bertelanjang dada keluar rumah. "Saya bapaknya Ponari.
Silakan masuk," ujar Khamsin, ramah.
Tak lama, seorang
perempuan menggendong batita ikut nimbrung. Dia Mukharomah (34), ibu kandung
Ponari.
"Ponari lagi
tiduran. Baru saja ikut MOS (masa orientasi siswa). Mungkin kecapaian,"
terang Mukharomah.
Tak lama kemudian
muncul seorang perempuan paruh baya. Namanya Mbok Legi, nenek Ponari. Dia pun
ke belakang mengambil ember berukuran kecil lengkap diisi air.
Setelah tahu bahwa
tamunya tidak bermaksud berobat tapi wawancara, si Mbok tadi lalu membawa ember
kembali ke belakang. "Eh... kulo wastani anjenge berobat (Eh...saya kira
akan berobat)," tuturnya.
Mukharomah maupun
Khamsin masuk ke kamar anaknya, berusaha membangunkan Ponari.
Namun, Ponari tak
beranjak dari tempat tidurnya dengan posisi telungkup. Bahkan, tubuhnya yang
mulai berotot karena sudah remaja itu sempat diguncang-guncang bahkan dirayu
Mukharomah agar mau menemui penulis. Tapi, tak sedikit pun direspons.
"Kadang nggih
ngoten nek kepegelan (kadang begitu kalau kecapaian)," ujar Mukharomah.
Bahkan, penulis yang
ikut masuk ke kamar Ponari yang sederhana dengan hanya berisi dipan dan kasur
tipis berusaha mengajak berbicara. Tapi, Ponari tak menyahut. Kalau sudah
ngambek begitu, bapak dan ibu pun angkat tangan.
"Mungkin capek,
baru saja pulang ikut MOS, lalu tiduran di kamar," kata Mukharomah.
Sejak terkenal dengan
batu ajaibnya tahun 2009, Ponari yang saat itu masih duduk di kelas 3 SDN
Balongasri I, sekolahnya mulai terganggu. Selain sibuk mengobati pasien, Ponari
yang baru mengenal telepon pintar tenggelam dalam dunia barunya. Tak jarang
harus bolos sekolah.
Puncaknya, saat ujian
SD ternyata Ponari tak lulus ujian. Bahkan, Ponari sempat putus sekolah selama
tiga tahun. Baru tahun ini Ponari ikut ujian persamaan paket A dan lulus.
"Sekarang baru
masuk kelas satu MTs (sederajat SMP). Makanya, baru ikut MOS. Teman-teman
Ponari saat SD dulu sekarang sudah kelas satu SMA," tambah Mukharomah.
Meski tidak seterkenal
tahun 2009 saat mencapai kejayaannya, satu dua pasien datang meminta tuah air
yang dicelup batu ajaib Ponari.
"Sampai sekarang
ada saja pasien datang. Baik dari Jombang maupun luar kota. Biasanya hari
Minggu agak ramai," ujar Mukharomah.
"Kalau jodoh ya
sembuh," tambahnya.
Keluarga Ponari pun
tidak memasang tarif. Tergantung keikhlasan pasien. Ada yang memberi Rp20 ribu,
Rp50 ribu, Rp100 ribu, atau lebih. Bisa juga gratis. Kalau pasien dilihat tidak
mampu, Ponari menggratiskan. Uang bayaran untuk Ponari dikembalikan ke pasien
lagi untuk ongkos pulang.
"Buat sangu moleh
ae (buat ongkos pulang saja," kata Mukharomah menirukan Ponari.
Ponari kecil dan Batu Saktinya |
Soal memudarnya
kesaktian Ponari yang berimbas sepinya pasien, Mukharomah punya versi lain. Itu
akibat banyaknya isu miring yang dialamatkan kepada Ponari. Isu itu seperti
Ponari sudah tidak praktik lagi, bubarnya rumah tangga orangtuanya, dan isu
miring lainnya.
"Padahal semua itu
tidak benar. Sampai sekarang kalau pasien datang ya dilayani Ponari,"
tutur Mukharomah yang lebih banyak bicara daripada suaminya.
Terlepas memudarnya
kesaktian Ponari, Khamsin-Mukahromah menganggap anaknya telah mengangkat
derajat keluarganya. Dahulu mereka hanya punya rumah gedeg sempit berukuran 4x6
meter berdinding bambu, berlantai tanah.
Kini, keluarga Ponari
punya rumah mentereng permanen dengan tembok batu batu bata yang menghabiskan
Rp300 jutaan. Belum lagi tanah pekarangan cukup luas, sekitar 400 meter.
Selain itu, dari hasil
praktik dukun ajaib, keluarga Ponari mampu membeli lahan persawahan seluas dua
hektare. Setiap satu hektare sawah dibagi menjadi delapan petak. Masing-masing
satu petak sawah disewakan seharga Rp400 ribu setahun.
"Semua hasilnya
ditabung untuk masa depan Ponari dan adiknya," kata Mokharomah.
Ponari, katanya, bercita-cita
jadi tentara. Tak heran game kesukaannya biasanya perang-perangan.
Ponari sekarang berusia
16 tahun, sudah menginjak remaja. Badannya pun mulai berotot.
Bahkan tingginya sudah
melebihi bapaknya. "Sekarang sudah punya pacar, gadis desa sebelah," ujar
Mukharomah.
Ke mana-mana, Ponari
mengendarai sepeda motor, punya beberapa HP. "Anaknya rajin.
Suka mengantar dan
menemami saya belanja di pasar," kata Mukharomah, bangga.
Asal muasal Batu Kesaktian Ponari
Sekadar mengingatkan,
kehebohan dukun ajaib Ponari bermula saat hujan deras melanda desanya disertai
suara petir menyambar tahun 2009. Ponari yang saat itu masih duduk di bangku
kelas tiga SDN Balongsari I sebagaimana anak desa umumnya ikut main
hujan-hujanan.
Di tengah geledek petir
menyambar, Ponari merasa ada benda keras jatuh menyerempat kepalanya. Ponari
mendadak merasakan tubuhnya panas.
Pengobatan Batu Sakti Ponari |
Benda yang belakangan
diketahui seukuran kepalan tangan anak-anak berwarna cokelat kemerahan itu
jatuh dekat posisi Ponari berdiri. Batu mengeluarkan asap. Maka, diambillah batu
tadi untuk dibawa pulang.
"Kata Ponari, iki
watu untune bleduk (itu batu giginya petir)," tutur Mokharomah menirukan
ucapan anaknya.
Keluarga mengabaikan
batu ajaib tadi. Bahkan, nenek Ponari, Mbok Legi membuang batu temuan cucunya
ke semak-semak dekat kebun pisang, sekitar 15 meter dari rumah Ponari.
Setelah membuang batu,
Mbok Lagi bergegas balik ke rumahnya. Ajaibnya, batu yang dibuang tadi mendadak
sudah ada di rumah lagi. Sejak itu, batu tadi disimpan Ponari. "Dulu saya
sempat buang. Tapi, balik lagi," tambah Mbok Legi.
Suatu ketika ada gadis
kecil tetangga Ponari demam tinggi dan muntah-muntah. Tanpa disuruh, Ponari
mendatangi gadis kecil tadi. Lalu memasukkan batu kecil tadi ke gelas berisi
air lalu diminumkan ke gadis yang sakit. Tak lama gadis itu sembuh.
Sejak itu, kalau ada
tetangga atau warga sakit selalu minta diobati Ponari. Ajaibnya lagi, banyak
yang sembuh. Sejak itu, kabar kesaktian Ponari tersebar cepat dari mulut ke
mulut.
Antrian pasien ponari |
Dalam waktu singkat,
ribuan orang berbondong-bondong datang untuk diobati Ponari.
Puncaknya, 2009. Akibat berdesakan dan kelelahan lima pasien meninggal saat antre berobat.
Puncaknya, 2009. Akibat berdesakan dan kelelahan lima pasien meninggal saat antre berobat.
Kini batu ajaib, yang
disebut Ponari giginya petir itu dianggap harta tak ternilai oleh keluarga
Ponari dan disimpan secara ketat oleh Mbok Legi, neneknya Ponari.
"Tidak ada yang
boleh menyentuh apalagi membawa, kecuali Mbok Legi. Beliau yang setiap hari
menjaga dan menyimpannya," tutur Mukharomah.
Pemkab Sampang pernah
minta batu ajaib Ponari dipamerkan di Sampang, Madura. Keluarga Ponari bersedia
tapi pengamanan batu selama perjalanan Jombang-Madura harus berada dalam
pengawasan penuh keluarga Ponari. Maka, keluarga Ponari, ayah ibu, dan neneknya
ikut mengawal batu ajaib ke Madura.
Bahkan, selama pameran
yang berlangsung tiga hari, batu yang ditempatkan dalam kotak kaca yang
terkunci tetap dalam pengawasan penuh keluarga Ponari.
"Kami tidak ingin
melepas pengawasan batu dalam sedetik pun. Karena ini harga tak ternilai bagi
kami," pungkas Mukharomah.(SN/Zik/Bah/Jat)