Sutiyoso |
Jakarta, Metrolima.com - Setiap tahunnya, wilayah Kampung Pulo, di Jakarta Timur, tak pernah
absen dari banjir. Saking sering kebanjiran, warga di sana seolah terbiasa saat
rumah dan barang-barang berharga mereka terendam air dengan ketinggian 1-2
meter.
Sudah berulang kali dicarikan solusi agar warga Kampung Pulo bisa direlokasi
dari bantaran agar normalisasi Kali Ciliwung bisa dilakukan. Namun, selalu
mentok karena warga merasa lahan yang dibangun hunian adalah milik mereka,
meskipun dalam temuannya ada sebagian yang tak bersertifikat.
Warga yang sudah puluhan tahun tinggal di sana, selalu coba melakukan
perlawanan. Mereka berdalih di sana, rumah dan tempat mencari nafkah. Soal
banjir, mereka menganggap itu sebagai risiko.
"Yah sudah biasa lah, jadi enggak perlu lagi ngungsi, palingan nanti
sore sudah surut," ujar Trisno seorang warga RW 03/RT 06.
Mereka pun sudah mengantisipasi saat musim penghujan tiba. Misalnya dengan
sigap memindahkan sejumlah barang elektronik ke lantai dua rumahnya. Memang, di
sana sebagian rumah warga berlantai dua.
"Jadi begitu pintu air di Bogor siaga 3, kami langsung beritahukan
pada warga agar segera mengemasi barangnya," ujar Ketua RT 04/03, Kampung
Pulo, Usep, dengan santainya saat kebanjiran pada tahun 2012 lalu.
Sebenarnya,
persoalan warga yang menumpuk di Kampung Pulo sudah menjadi perhatian setiap
gubernur yang memimpin. Bahkan di tahun 2006, saat Sutiyoso masih jadi gubernur
DKI, dia sudah pernah menawarkan pada warga untuk pindah ke rusun. Soal lahannya
akan dia carikan yang terpenting warga tak terkena banjir lagi.
"Kita sudah
proyeksikan. Punyalah!" kata Sutiyoso kala itu.
Tapi niatan itu
ditolak mentah-mentah sejumlah warga. Mereka ogah pindah ke rusun karena tak
mau ada anggaran lebih besar yang keluar setiap bulannya.
"Saya nggak
mampu kalau harus bayar lagi. Penghasilan saya pas-pasan banget," kata
salah satu warga RW 02.
Fauzi Bowo |
Saat Jakarta berganti
kepemimpinan ke Fauzi Bowo, masalah Kampung Pulo masih jadi pembahasan. Tapi
saat itu, Foke, sapaannya, tampak lebih mengikuti kemauan warga.
Dia hanya
mengimbau warga di semua bantaran untuk selalu waspada bila musim penghujan
tiba. "Saya gembira imbauan kami untuk mengungsi, direspon oleh warga.
Tapi banyak yang enggak mau pindah, seperti kemarin. Tapi kami tetap siapkan
posko kesehatan, posko sosial sesuai SOP," ujar Foke saat mengunjungi
lokasi pengungsian di kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur, kala itu.
Selain itu, Foke
juga lebih sibuk membenahi infrastruktur penanganan banjir. Bukan menertibkan
bangunan liar yang ada di bantaran.
"Tanggul
sudah berdiri, tapi fungsi tempat parkir air belum bisa dikontrol kalau pompa
belum difungsikan," kata Foke.
Joko Widodo |
Ketegasan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta soal warga bantaran yang jadi salah satu
penyebab banjir di Jakarta mulai terlihat saat ibu kota dipimpin pasangan Joko
Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama. Maklum saja, beberapa bulan setelah
pelantikannya pada Oktober 2012, Jakarta teredam banjir termasuk kawasan HI,
Balaikota dan Istana Kepresidenan.
Bahkan, tanggul vital
di kawasan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, sampai jebol. Kala itu Jokowi dan
Ahok sempat tertegun.
Tak mau Jakarta terus
kebanjiran keduanya berpikir sebuah solusi. Setelah meninjau lokasi banjir
termasuk Kampung Pulo, Jokowi tahu salah satu penyebabnya karena bantaran kali
menjadi sempit karena dipenuhi rumah ilegal penduduk.
Jokowi lantas
mengonsepkan tiga cara untuk mengatasi banjir di Kampung Pulo. Satu yang utama
bisa merealisasikan program bebas banjir adalah komunikasi antara masyarakat
setempat dan pemerintah.
Sayang, belum genap dua
tahun di DKI, Jokowi terpilih sebagai Presiden ke 7 RI menggantikan Susilo
Bambang Yudhoyono. Aksi nyatanya membereskan banjir di Kampung Pulo tak terlihat.
Meski ditinggalkan Jokowi,
penanganan banjir di Kampung Pulo rupanya tak dilupakan Ahok, sapaan Basuki,
yang menduduki posisi gubernur. Ahok memilih menggunakan cara yang sedikit
tegas tapi tetap menjamin tempat tinggal warga yang digusur.
Ahok mengatakan bila
warga bantaran di Kampung Pulo tak direlokasi, sampai kiamat Jakarta tak akan
bebas dari banjir. Karena itu, suka tidak suka, mereka harus direlokasi dan
disediakan rusun sebagai penggantinya.
Basuki Tjahaja Purnama |
Tapi niatan Ahok ditentang.
Ahok lantas mengusulkan memberi ganti rugi pada mereka yang memiliki sertifikat
hak milik atas rumahnya di sana, meski jelas itu lahan negara. Sedangkan yang
tak punya sertifikat tentu tak mendapatkan ganti rugi.
Lagi-lagi ide itu
ditentang. Saking kesalnya Ahok memutuskan menyusun Peraturan Daerah (Perda)
berisi payung hukum untuk memberikan solusi bagi warga, yang terdampak
penggusuran, seperti halnya ribuan warga Kampung Pulo. Saat ini, pihaknya
tengah menggodok sejumlah peraturan, untuk mencari solusi terkait masalah
kependudukan dan lahan-lahan di bantaran sungai.
"Waktu kami
membereskan normalisasi sungai kalau banjir melanggar HAM orang enggak? Menurut
saya kalau biarkan banjir itu melanggar HAM. HAM rakyat dilanggar kalau banjir.
Kalau ingin mengatasi banjir ya tolong jangan tinggal di sungai," tegas
Ahok.
Niatan itu rupanya
dibalas ancaman akan digugat ke PTUN. Kali ini Ahok bersikap tegas. Dia
menegaskan akan tetap merelokasi warga dari Kampung Pulo dan memindahkan ke
rusun yang disediakan. Yang bersedia silakan, yang menolak artinya akan
digusur.
Kemarin, Kamis (19/8)
Ahok membukti ucapannya. Dia benar-benar merobohkan hunian warga Kampung Pulo.
Ribuan petugas Satpol PP dibantu alat berat dan dijaga kepolisian melakukan
penggusuran sejak pagi.
"Kampung Pulo kita
tetap gusur karena beberapa orang sudah pindah, ada yang minta ganti rugi, saya
uang dari mana, dasarnya apa minta, ya kan. Mau enggak mau harus jalan
(dibongkar) pasti ribut, enggak ada pilihan," ucap Ahok.
Ahok menegaskan bangunan
yang menyalahi aturan harus dibongkar. Mereka juga tak berhak atas ganti rugi.
"Logikanya begini,
kalau bangunan liar di atas tanah negara kita ganti rugi bangunan itu,
kira-kira kalau bangunan di tanah resmi kalau dirobohkan karena menyalahi aturan
harus diganti nggak, harus lebih diganti logikanya," paparnya.
Rupanya, langkah Ahok coba
dicegah warga. Kamis pagi, ruas Jl Jatinegara Barat malah mencekam. Warga
Kampung Pulo melakukan perlawan saat petugas merobohkan bangunan semi permanen
dan permanen. Mereka melempari petugas dengan batu. Bahkan satu alat berat ikut
dibakar dan kaca rumah sakit pecah.
Mereka tak terima
digusur tanpa ganti rugi. Bambu dan petasan juga dilemparkan ke arah petugas.
Kedua belah pihak pun sampai terluka.
Tapi Ahok didukung
Kapolda Metro Jaya, Irjen Tito Karnavian tak gentar. Setelah warga dipukul
mundur petugas dengan melepaskan gas air mata, penggusuran kembali dilanjutkan.
Bahkan Ahok dan wakilnya Djarot sepakat relokasi terus dilanjutkan.
"Sekarang begini,
kita udah tahu ini banjir, ini udah seperti sinetron, kita bilang harus pindah.
Mereka bilang enggak mau pindah jangan jauh-jauh. Maunya deket sini, warga
bilang, kalau ada rusun deket sini kami mau. Ya udah, kita korbanin gedung
teknisnya Sudin Pekerjaan Umum (PU), jadilah rusun sekarang," kata Ahok.
Menurutnya, iuran Rp 10
ribu per hari tersebut bakal digunakan untuk perawatan rusunawa. Pemprov DKI
juga mensubsidi hingga 80 persen untuk biaya perawatan.
"Ini 10 ribu per
hari dia pakai pulsa HP lebih mahal. Kami subsidi 80 persen, mana ada di Jakarta.
Kalau di apartemen mahal pun kamu bayar uang lingkungan enggak? Bayar per meter
sejutaan sebulan. Anda beli dan sewa ini tidak beli tidak sewa. Anda hanya
tinggal di sana biaya perawatan keamanan kebersihan semua Rp 10 ribu sehari.
Kamu dagang bayar preman aja Rp 60 ribu sehari," tutur dia.
"Kalau betul dia
enggak ada uang saya masukin ke panti ditanggung makan Rp 28 ribu sehari. Yang
ngaku enggak bisa bayar Rp 10 ribu per hari, saya masukin ke panti. Duduk saja
di situ kerjaannya cuma ngipas-ngipas dapat Rp 28 ribu sehari," tambahnya.
"Kalau penolakan
pastilah, ada yang suka dan ada yang tidak," tambah Djarot.
Sampai Kamis sore
akhirnya dikawal ribuan petugas gabungan, penertiban terus dilakukan. Karena
belum rampung, penertiban akan dilanjutkan hingga 7 hari kedepan.
Meski suasana sudah
kondusif, petugas gabungan masih terus berjaga di lokasi.(MRDK/Efd/Imb/Lia/Jat)