Presiden Jokowi |
Ekonomi, Metrolima.com - Bank Indonesia mendapat kritik keras
karena dianggap belum bekerja dengan maksimal untuk menjaga stabilitas nilai
tukar rupiah terhadap USD. Selama ini, pemerintah yang kena cela atas penurunan
nilai tukar rupiah, padahal BI yang belum maksimal melaksanakan tugasnya.
Kritikan itu muncul dalam rapat
kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Gubernur
BI Agus Martowardoyo, dan Menteri Bappenas Sofyan Djalil, di Jakarta,
Senin (21/9).
M Misbakhun |
Anggota Komisi XI DPR, M Misbakhun,
menjelaskan dirinya melihat ironi besar ketika Presiden Jokowi mengumumkan soal
paket kebijakan ekonomi demi mengundang investasi. Di saat yang sama, Gubernur
BI Agus Martowardoyo mengumumkan Paket Kebijakan menstabilkan nilai tukar.
Masalahnya, dari beberapa kebijakan
yang dibuat BI, hanya satu yang cukup fungsional, menyangkut perubahan batas
penukaran valas.
"Padahal berapa besar sih
pengaruh kebijakan itu? Bapak Agus Martowardoyo bilang kebijakan BI
sophisticated. Saya pikir jangan presiden kita yang baik itu terpengaruh dengan
klaim-klaim seakan hebat. Bagi saya, tak ada yang baru dengan kebijakan
BI," kata Misbakhun.
Agus Martowardoyo |
"Soal nilai tukar ini, saya tak
melihat upaya Anda (BI) yang sungguh-sungguh dan luar biasa. BI bilang akan
hadir di pasar dan mengintervensi. Kehadirannya dimana? Buktinya rupiah masih
14.500 terhadap USD. Anda masih berikan angka patokan Rp 13.200 per-USD untuk
asumsi makro RAPBN 2016. Sementara sekarang saja Rp 14.500. Yang benar
saja," tegas Misbakhun.
Karena itulah dia meminta agar
Komisi XI DPR secara tegas memasukkan kesimpulan rapat meminta Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) mengaudit Bank Indonesia. Baginya, BI mengada-ada bila menolak
diaudit dengan alasan takut strategi diketahui orang luar dan mengganggu
independensi.
"Begitu rupiah jatuh, yang
dimaki-maki Presiden. Jangan sembunyi atas nama independensi," kata
Misbakhun.
"BI tak boleh jadi negara di
dalam negara. Karena banyak bisnis di BI dimainkan Yayasan Karyawan BI. Makanya
ini perlunya audit ini. DPR bisa meminta BPK melaksanakannya," tandas
Misbakhun.(Mrdk/Mar/Imm/Dan/Jat)